Tuesday, February 26, 2013

Berziarah ke Makam Nabi

Umroh Bersama putraku yang ke-2 dan ke-3 "Sayyid" dan "Asyrof" tahun 2012

Berziarah ke Makam Nabi





Umroh bersama putraku yang pertama "Sulthan" 2011..

Orang Kaya “Kuburan Mewah VS Shodaqoh Jariah” Oleh : Ahmad Shonhaji (Deputi Direktur Zakat dan Wakaf Dompet Dhuafa)

 Fenomena tanah kuburan di Indonesia semakin krirtis. Lahan kosong selalu saja dimanfaatkan oleh properti untuk kepentingan bisnis. Sehigga minat wakaf tanah kuburan semakin pudar, berbanding tingginya harga tanah yang ditawarkan pihak properti, apalagi berada di kawasan bussines Area. Budaya materialistis dan hedonisme meracuni kesholehan sosial untuk berbagi manfaat dengan umat. Saat ini pemerintah saja semakin kewalahan dengan angka pertumbuhan kematian dan semakin sempitnya lahan kuburan. Akibatnya biaya kubur semakin mahal, sewa/3 tahun, dan menumpuknya tulang belulang diatas tanah kuburan. Belum nampak political will pemerintah untuk mencari lahan baru dan menambah luas TPU yang ada. Faktanya malah menambah terus gedung mewah bertingkat sekelas Mall. Padahal itu menjadi bagian tanggungjawab pemerintah mengadakan fasum pemakaman bagi masyarakat, bukan malah mengalihkan fungsi tanah kuburan menjadi lahan bisnis. “Kuburan habis bisnis malah laris manis..”. Fakta ini dibaca oleh para pelaku bisnis properti untuk mendulang keuntungan yang sangat besar. Para pemilik tanah merasa lebih beruntung jika properti menawarkan harga tinggi karena tanah yang dimiliki menjadi tambahan investasi dunia. Sifat rakus dan serakahnya memanfaatkan setiap celah untuk menghasilkan uang. Dengan sentuhan arsitektur modern dibangun komplek mewah, apartemen sampai kuburan mewah dan mahal. Bagi orang kaya dengan uang banyak menjadi trend dan prestise baru tapi bagi orang miskin kuburan mewah diatas lahan mahal mengiris hati dan derita. Rumah yang ditempati saja tidak layak, mau mati saja mahal dan susah kuburannya, sementara orang kaya untuk kuburannya saja dibeli dengan harga mahal di tempat yang mewah dengan fasilitas keasrian, model taman garden. Subhanallah. Kini maraknya pemakaman mewah menjadi trend baru di Indonesia. San Diego Hills Memorial Park, pemakaman mewah terbesar di Karawang, Jawa Barat yang menjadi “rumah peristirahatan terakhir" orang-orang kaya di Indonesia. San Diego yang dimiliki oleh Lippo Group. Mereka membidik orang-orang dengan pendapatan yang tidak akan pernah habis. Pemakaman seluas 500 hektare ini memiliki fasilitas yang tak kalah dengan kawasan perumahan modern. Ada kolam renang, lintasan lari, restoran Italia papan atas, helipad, dan 8 hektare “danau malaikat “. Menyusul para pengembang yang melihat kuburan bisa menjadi aset bisnis seperti Pemakaman Giri Tama di Tonjong, Bogor, Lestari Memorial Garden di Karawang, dan Al Azhar Memorial Garden juga di Karawang,. Anehnya bukankah dalam Islam, Seharusnya orang kaya di negeri ini, khususnya yang muslim, meniru tradisi orang tua dulu yang telah mewakafkan tanahnya yang luas untuk pemakaman umum khusus umat Islam. Bukan malah dijadikan ajang bisnis mencari untung dunia lupa investasi akherat, apalagi pamer kekayaan, seolah harta kekayaan dan makam mewahnya bisa menyelamatkannya di alam barzah dari pertanyaan malaikat. Dalam surat at Takatsur ayat: 1-2 Allah sudah mengingatkan dengan keras dalam firman-Nya: “ Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur ..” Bagi orang yang sudah meninggal tampilan makam bukanlah ukuran, yang penting adalah amal shalehnya selama hidup di dunia dan bekal investasi akherat yang sudah ditanamnya. Di dalam Islam tidak ada tuntutan bermegah-megah membangun makam. Islam justru mengajarkan kesederhanaan, termasuk urusan makam, cuma meninggikan tanah dan menjadikan batu sebagai nisan.“Kalau ada yang bermegah-megahan membangun makam, itu tren-tren saja, gengsi-gengsian saja. Jadi, daripada membeli makam mewah, lebih baik dishodaqohkan saja untuk kemaslahatan umat jauh lebih manfaat sebagai tabungan akherat,” Harta dan tanah yang disedekahkan apalagi diwakafkan akan menjadi deposito tanpa jangka dengan manfaat ganda. Keberkahan atas harta yang tersisa dan pahala yang terus mengalir (jariyah) sampai alam akherat, aamiin. Wallahu a’lam bis showab. 27022013/Shon.

Melirik BMI di Hongkong

Persoalan Buruh Migran Indonesia (BMI) tida pernah usang dan selalu menjadi pemberitaan yang menarik. Dari mulai kasus pelecehan TKI di Malaysia, nasib TKI yang terlunta-lunta di Arab Saudi sampai pada pemerasan TKI di negeri sendiri yang selalu menjadi sapi perahan oknum bandara Sutta di Terminal 4. Belum lagi nakalnya PJTKI dengan kasus penipuan dan pengiriman yang tidak sesuai aqad. Anehnya meski fenomena persoalan buruh migrant selalu menjadi headline media namun gelombang pengiriman TKI selalu meningkat prosentasenya sepanjang tahun. Derasnya protes masyarakat dari berbagai unsur, baik politik, pemerintah dan ulama soal pengiriman buruh migrant sayangnya juga tidak diimbangi dengan kebijakan riil soal penghentian pengiriman tenaga kerja keluar negeri dan pencabutan izin atas pendirian PJTKI itu sendiri. Kenapa..? Mungkinkah karena buruh migrant masih menyajikan tambahan pendapatan dan devisa yang menggiurkan dalam mendongkrak anggaran belanja daerah dan Negara? Dengan slogan yang membuat miris “Pahlawan Devisa”. Atau masih menjadi sasaran empuk bagi para calo yang sistematik untuk memanfaatkan kocek buruh migrant ? Atau mungkin juga karena himpitan ekonomi keluarga karena tidak tersedianya lahan pekerjaan yang cukup di negeri sendiri. Bilakah suatu saat Indonesia mengeksport produk yang lebih bermartabat di mata dunia dan tidak lagi mengeksploitasi buruh migrant sebagai tambahan devisa, insya Allah. Sayang bagi beberapa kota dan kabupaten di Indonesia, terutama di pulau Jawa pengiriman buruh Migran masih menjadi andalan dalam mendongkrak pendapatan ekonomi masyarakat dan kesejahteraan rakyatnya. Tentunya bagi masyarakat yang kebanyakan adalah wanita jika yang dilakukan dengan berangkat keluar negeri dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, why not? Meski tantangannya begitu berat. Dengan meninggalkan anak, suami dan keluarga tapi demi menghentikan tangis anaknya beberapa negara tetap menjadi pilihan pekerjaan. Arab Saudi, Malaysia, Korea, Taiwan, Jepang, Kuwait, Dubai dan Hongkong selalu sesak dipenuhi arus gelombang pengiriman Buruh Migran Indonesia (BMI). Mengais Rezeki di Negeri Beton Jumlah BMI yang bekerja di Hongkong setiap tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Saat kebersamaan penulis mendampingi kegiatan pendampingan Dakwah bersama Dompet Dhuafa Hongkong ternyata beberapa hal menarik dapat kami simpulkan, bahwa ternyata ada hari kemerdekaan bagi BMI dalam satu pekan yang diberikan oleh majikan. Satu hari dalam seminggu dan libur nasional di Hongkong sedikitnya membuat nafas baru dalam kegiatan mereka. Mengisi liburan di tengah kepenatan City of Life dengan upah dan pendapat HKD3580 yang tentunya lebih baik di banding Negara lain menjadi warna khas Indonesia di Negeri Beton. Berbagai macam cara mereka lakukan dalam memanfaatkan pendapatan yang mereka peroleh. Dari mulai membayar cicilan agent, mengirim keluarga, menabung, menanam saham usaha yang dikreasi sesama BMI sampai pada pemenuhan kebutuhan harian. Namun sayangnya sifat hedonism dan materialis masyarakat Hongkongpun tidak lepas dari pandangan para BMI. Penampilan yang sarat mode menjadi trend baru bagi BMI di Hongkong meski kadang harus mengluarkan modal yang lebih besar dari gajinya, kasihan. Belum lagi kultur kebebasan sering disalah maknai sebagai kebebasan tanpa batas. Tentunya bukan tanpa resiko keberadaan mereka di Hongkong yang sampai lebih dari 6 tahun atau 3 kali masa kontrak. Dibalik kesuksessan materi dengan perubahan pendapatan dan peningkatan ekonomi keluarga tida sedikit duka lara dan nestapa yang mereka hadapi. Broken Home akibat perceraian, suami yang selingkuh dan kawin lagi dengan uang kiriman dan anak yang kurang sentuhan kasih sayang sang Ibu sering membuat merekapun menangisi nasib yang dihadapi. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Geliat Dawah BMI Selalu menjadi pemandangan yang mengharukan bagi penulis meski sudah kesekian kalinya berbagi empati dan peduli dalam kegiatan dakwah bersama Buruh Migran Indonesia di Hongkong saat di sela-sela hari liburan mereka manfaatan dengan aneka kegiatan yang bermanfaat, seperti mengaji, belajar Iqro, latihan menjahit, keterampilan bahasa sampai pada tingkatan berorganisasi dalam wadah lembaga Dawah. Dompet Dhuafa Hongkong yang dirintis lebih dari 5 tahun melihat tantangan dakwah yang luar biasa dalam membentengi aqidah para BMI. Seiring denga waktu peran DD Hongkong kini memposisikan diri sebagai good father dari sekian banyak organisasi dakwah yang muncul dari inisiasi para BMI. Sebagai payung besar lembaga dakwah yang memiliki legal dan diakui oleh pemerintah Hongkong, DD Hongkong bersama Islamic Union of Hongkong dan Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) meretas jalan dakwah berbagi empati bersama BMI. Saat ini pertumbuhan majlis ta’lim dan organisasi dawah mewabah bagai jamur. Kesamaan tujuan, latar belakang kedaerahan menjadi inisiasi awal dari benih organisasi yang ada. Pemandangan Kampung Jawa istilah lain dari Victoria Park Causeway Bay di hari minggu menjadi ruh tersendiri bagi majlis ta’lim yang ada. DD Hongkong bersama organisasi dawah yang dinaunginya berusaha mengatur jadwal sang Da’I untuk pengisi ta’lim liburan mereka. Hebatnya kegiatan ta’lim yang dilakukan tidak lagi memandang tempat. Bagi mereka setiap lahan dan ruang kosong adalah tempat berdakwah. Seperti yang penulis lakukan di Meifo dibawah jembatan MTR, tribun lapangan basket di daerah Yun long, Taman kota di Shatin serta pojokan taman di Thim Sha Shui serta tempat lainnya. Belum lagi peran Islamic Union di Masjid Ammar Wanchai yang menyiapkan halaqoh setiap hari dari senin sampai ahad dibimbing Ust. H. Abdul Muhaimin arim , MA. Bagi BMI yang mendapat masalah DD Hongkong menyiapkan shelter IQRO sebagai tempat pembinaan dan penampungan. Bagi sebagian BMI yang merasakan indahnya meretas jalan dakwah di negeri Beton bersama rekan senasib memberi kesan tersendiri. Seungkap kata yang terdengar indah “Bagi kami Hongkong seperti pesantren yang meneteskan embun hidayah dan pancaran sinar Ilahi, di negeri ini kami mendapatkan hidayah ”. Harunya hati dan tetesan airmata tak dapat penulis bendung saat para BMI mulai menabung untuk menunaikan ibadah umroh dan haji dari hasil keringatnya, ustadz kami ingin pergi haji….Allahu Akbar. Entah kapan lagi giliran kita..? Wallahu a’lam bis showab/250111