Thursday, September 2, 2010

Kain Kafan itu Akhirnya Menjadi Baju Ihrom

Innalillahi wa innaa ilaihi rooji’uun, Sesungguh semua milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada Allah semuanya akan kembali. Ucapan ini selalu terucap saat musibah datang menimpa seseorang. Apalagi pada saat mendengar berita kematian. Hal ini menjadi ibroh bahwa hidup ini tidaklah kekal. Semua akan berakhir jika Sang Pemilik Waktu menekan tombol kematian.
Seorang baru akan merasa kecil dihadapan sang kholik saat ia menyaksikan tubuh saudaranya terbalut kain kafan pertanda akhir kehidupan. Hanya dengan 2 lembar kain putih Allah memanggil hambaNya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan kain kafan itu Allah menghancurkan kesombongan dan keangkuhan manusia. Kejayaan dan nama besar yang disandang, keluarga yang dicintai, kekayaan yang melimpah atau kekuasan semua hilang dan sirna ditelan bumi. Baru terasa bahwa hanya amal perbuatanlah yang menjadi teman setia. Allah berfirman dalam surat Yasin:54: ” Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan”.
Ibu Kun, nama yang tidak asing asing bagi masyarakat di kampungnya yang berada di belakang kampus IPB Bogor. Kehidupannnya sangat lekat dengan jamaah majlis ta’lim kaum ibu. Masuk kampung keluar kampung untuk mengajar menjadi keseharian yang tidak bisa ditinggalkan. Selain sebagai ustazah Ibu Kun juga selalu dicari pada saat ada masyarakat di kampungnya yang meninggal dunia. Dalam usianya yang baru 40 tahunan ia sudah mendapat kepercayaan untuk memulasari jenazah, mulai dari memandikan, menyiapkan kain kafan dan sekaligus mengikatkan kain kafan.
“Ya Allah jika selama ini aku memakaikan kain kafan sebagai pembalut tubuh saat seorang hamba menghadap Engkau menuju kematian , kapan aku memakai kain putih itu sebagai pakaian ihrom untuk dapat menghadap ke rumah-Mu menuju Baitullah..?”. Doa lirih ini selalu diungkapkan oleh Ibu Kun pada saat memakaikan kain kafan. Sesuatu yang tidak mungkin dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan ia bisa mengumpulkan uang untuk pergi haji. Kesigapan dan semangatnya melayani keperluan jenazah ia lakukan dengan hanya berharap ridho Allah. SWT.Ia tidak pernah mengenal waktu dan cuaca ketika ada panggilan kematian.
Tahun 2005 salah satu Production House bekerjasama dengan salah satu stasiun televisi dan Bank mengemas satu program ibadah, dengan nama ”Program Haji Gratis”. Kebetulan DD Travel yang ditunjuk untuk menjadi mitra perjalanan ibadah haji tersebut. Usulan nama calon peserta yang disurvey mulai dipersiapkan.
Subhanallah setelah melalui proses survey ternyata nama Ibu Kun menjadi salah satu dari 26 calon jamaah yang mendapat kesempatan untuk berangkat Haji Gratis tahun 2006. Kegembiraan dan keharuan yang sulit terbayangkan, apalagi saat pakaian Ihrom dikenakan dan niat Haji dilafazkan ”Labbaik Allahumma Hajjan” sambil bertalbiyah dengan linangan airmata hatinya berucap syukur ”Ya Allah akhirnya Aku memakai kain putih ini untuk berihrom dan berhaji memenuhi panggilan-Mu ..terimakasih ya Robb Engkau Zat yang Maha Mendengar setiap jerit hamba-Mu”.
Wallahu a’lam bis Showab. Mekkah,200910

Doa sang Ayah: “Insya Allah kamu Berangkat Haji”

Oleh: H. Ahmad Shonhaji
”Doa orang tua untuk anaknya seperti doanya para Nabi untuk umatnya”. Hadits tersebut mengingatkan betapa mustajabnya doa orang tua yang telah melahirkan, mendidik, memelihara dan membesarkan kita. Setiap keringat dan linangan airmatanya saat berjuang untuk menghidupi keluarganya menjadi hijab api neraka. Sehingga Rosulullah SAW bersabda :”Keridhoan Allah berada pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan Allahpun ada pada kemurkaan kedua orang tua”.
Sebut saja Aulia seorang karyawan yang bekerja pada sebuah lembaga dakwah dan sosial. Dengan sedikit pendapatan dan gaji yang diperoleh, setiap bulannya ia berusaha untuk menyisihkan sedikit dari rezekinya untuk menabung. Tabungan yang ia rencanakan untuk menyicil rumah atau juga membeli rumah. Selama hampir 2 tahun Aulia dan keluarganya mengontrak di sebuah rumah kecil yang sederhana. Sambil belajar berumah tangga ia berusaha hidup prihatin dengan kondisi apa adanya.
4 bulan menjelang akhir masa kontrakannya Aulia melihat jumlah tabungan di rekeningnya. Alhamdulillah ternyata ada 27 juta. Jumlah yang menurutnya cukup sebagai uang muka di KPR BTN atau mencari rumah kecil sehingga ia tidak lagi melanjutkan masa kontrakannya. Mulailah ia bersama istrinya berkeliling mencari rumah. ”Ya Allah dengan dana segini apa mungkin aku bisa mendapat tempat yang cukup untuk keluargaku?”, ia berujar dalam hatinya.
Ditengah lamunan perjalanannya menuju tempat kerja tiba2 handphone di kantongnya berdering. Ketika diangkat terdengar salam ”Assalamu’alaikum Aulia, suara khas ayahnya menyapa lebih dulu. Dijawabnya salam tersebut sambil bertanya ”ada apa Pak” diam lama suara bapaknya tidak terdengar. Beragam pertanyaan berkecamuk dalam hati Aulia. Masih dalam kebingungan, suara bapaknya terdengar sambil bergetar ” Aulia bapak sudah tua, anak-anak sudah pada dewasa khawatir ga ada umur, rasanya bapak pengen pergi haji.... ”. Bagai disambar petir Aulia merenung dalam ”Ya Allah tak sanggup rasanya aku mendengar demikian berat suara bapak menahan kerinduan ingin haji”
Akhirnya kegamangan hatinya disampaikan kepada istrinya. Subhanallah jawaban yang tidak pernah disangka oleh Aulia, ”Bi kita masih muda anak juga baru satu, bismillah uang itu kita kasih bapak aja buat pergi haji tahun ini nanti kita nabung lagi”. Dengan haru dipeluk istrinya sambil berkata: ”Umi, saya berjanji akan membuatkan rumah untuk anak-anak kita”.
Akhirnya Aulia dan istrinya segera menemui Bapak sambil meneyerahkan uang tersebut. Terjadi dialog yang mengharukan antara bapak dan anak. Sampai akhirnya Sang Ayah dengan airmata dan tangan tengadah berdoa:”Ya Robb Permudah segala urusan anakku agar ia memiliki rumah dan bisa pergi haji”.
Subhanallahi wa Robbul Ka’bah doa Sang Ayah diijabah. Tidak sampai setahun Aulia memiliki rumah yang cukup besar di daerah Tangerang dan 2 tahun kemudian Aulia dan istrinya diberangkatkan haji dengan biaya sebuah Travel sebagai pembimbing ibadah Haji. Allahu Akbar......
Wallahu a’lam bis Showab. Mekkah 210910

Harta yang Halal Penyebab Kemabruran

Ketika seorang sudah menggunakan kain ihrom kemudian berniat haji “Bismillahi Labbaika Allahumma Hajjan” saat itu menjaga larangan ihrom adalah wajib. Ketika lafaz talbiyah dibacakan dengan hati yang bersih karena Allah, maka Allah akan menyambut panggilan hambanya yang berhaji dan berumroh dengan harta yang halal dengan panggilan “Aku penuhi panggilanmu dan sungguh kebahagiaan untukmu, biaya yang engkau pergunakan dari harta yang halal dan kendaraan yang engkau pergunakanpun halal, maka hajimu mabrur (diterima) tidak tertolak”. Subhanallah.
Namun jawaban Allahpun akan berbeda ketika seseorang menggunakan harta yang haram untuk menunaikan ibadah haji dan umroh. Saat lafaz talbiyah dibacakan maka Allah akan menjawab dengan “Tidak aku penuhi panggilanmu dan tiada kebahagiaan untukmu, biaya yang engkau pergunakan dari harta yang haram, dan kendaraanmupun haram, maka hajimu mardud (tertolak) tidak diterima”. Nauzubillahi min zaalik.
Oleh karena itu jika kita berniat menunaikan ibadah haji menuju Baitullah, maka mempersiapkan bekal dari harta yang halal perlu diperhatikan. Selain itu juga setiap makanan serta minuman yang masuk ke dalam tubuh kita sebaiknya dari yang baik dan halal. Hindari oleh kita memakan makanan haram dari harta yang haram dan dengan cara yang haram. Naudzubillah! Hal ini bukan hanya sebatas saat hendak berhaji. Namun dalam setiap kesempatan, cobalah perhatikan untuk memilih dan memilah makanan serta minuman yang halal, agar Allah menjawab kemabruran ibadah.
Allah Swt berfirman,
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. 5:88)
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. 16:114)
Dari An Nu’man bin Basyir, Rasulullah Saw bersabda tentang hadits berikut:
“Hal yang halal adalah jelas. Hal yang haram pun telah jelas. Di antara keduanya terdapat hal syubhat yang tidak banyak diketahui oleh manusia. Siapa yang dapat menjaga diri dari hal syubhat, maka agama dan harga dirinya terjaga. Siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat maka ia telah terjerumus dalam perkara haram. Tak ubahnya seorang gembala yang menggembala di tengah padang terlarang, hampir saja ia memasuki wilayah terlarang itu. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki wilayah terlarang. Ketahuilah, wilayah terlarang milik Allah adalah apa-apa yang telah diharamkan. Camkanlah, bahwa dalam tubuh manusia terdapat sekerat daging. Jika sekerat daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika sekerat daging itu rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, bahwa sekerat daging itu tiada lain adalah hati!” (Hadits Muttafaq Alaihi).
Meraih kemabruran ibadah tentunya menjadi dambaan setiap mereka yang berhaji dengan harapan pengampunan atas dosanya dan syurga sebagai ganjarannya “alhajjul mabruuru laisa jazaaun illal jannah”aamiin.
Wallahu a’lam bis Showab. Mekkah/ 191009

Barcode Menjadi mudah Dengan Wudhu..

”Barcode” menjadi satu kata yang mengerikan bagi penyelenggara Ibadah haji Khusus (PIHK). Posisi dan pergerakan proses barcode seperti nyawa dan detak jantung yang menandai kehidupan manusia. Konfirmasi akhir fiksasi dengan pihak hotel untuk booking kamar, transportasi jamaah Jeddah to Jeddah, pergerakan saat prosesi Haji di Armina, catering dan handling. Semua aktifitas barcode tentunya dilakukan di Saudi. Sukses dan tidaknya kelengkapan dokumen barcode menjadi penentu berangkat dan tidaknya jamaah haji bagi PIHK pada tahun tersebut.
Sebut saja Sayyid, seorang yang ditugaskan pihak PIHK untuk melakukan proses Barcode yang pertama kali ke Mekkah dan Madinah. Cerita tentang suka duka barcode menjadi memori indah yang tak terlupakan sepanjang tahun bagi petugas barcode. Dengan modal waktu visa yang hanya 15 hari ia harus berjuang menghadapi karakter orang-orang Arab yang memiliki kultur kerja yang berbeda. Bahkan kadang tidak sedikit mereka yang harus menambah visa karena waktu yang dibutuhkan melebihi dari yang direncanakan. Laa haula walaa quwwata illaa billaah semuanya ia serahkan kepada Allah pada saat keberangkatan.. Sembari berniat umroh ia kenakan kain ihram di atas pesawat dengan niat ihrom bermiqot dari Yalamlam. Kebiasaan Sayyid adalah dawaamul wudhu. Hal ini ia lakukan agar hati dan perbuatan serta perkataan selalu bersih dan terjaga.
Ketika pesawat sampai di Jeddah semua penumpang melewati pemeriksaan imigrasi. Dengan penerapan sistem baru, maka setiap orang harus melakukan bassamah, pemeriksaan sidik jari. Antrian panjang tetap tidak berpengaruh bagi petugas imigrasi di Jeddah, gayanya yang cool dan karakternya menjadi fenomena unik terutama saat musim haji. Ketika ramai berbagai komentar bermunculan. Sayyid terus membersihkan hati dan berdoa untuk kemudahan proses barcode.
Pada saat antrian di depannya tinggal 2 orang lagi, anehnya pemeriksaan berhenti total semua petugas meninggalkan mejanya tanpa alasan. Satu jam penumpang dibiarkan tanpa diinformasikan sebabnya. Ya Allah inikah ujian sabar yang Engkau berikan untuk menghantarkan tamu-Mu Sementara penumpang yang lain berkomentar tentang sikap petugas imigrasi (jawazat), Sayyid terus merenung dan berzikir. Akhirnya ia ingat bahwa wudhunya batal. Sebelum ke kamar mandi untuk kembali berwudhu , ia berdoa, ”Ya Allah semoga wudhu ini menjadi kemudahan menuju Bait-Mu. Subhanallah, Allah Maha Mendengar dan Pengabul bagi hambanya yang meminta, mataa nashrullah alaa inna nashrollaahi qoriib.
Tiba giliran Sayyid sungguh mudah dan cepat proses pemeriksaan itu berlangsung. Tanpa pertanyaan dan sidik jari. Alhamdulillah Gerbang pertama sampai akhir proses barcode Allah memberi kemudahan. Berbeda dengan petugas barcode yang lain, nampak terlihat ketegangan di wajahnya. Hal ini menunjukkan bahwa menjadi pengantar tamu Allahpun kejernihan dan kebersihan hati menjadi kunci dalam meraih kemabruran dan kemudahan pelayanan jemaah haji.
Wallahu a’lam bis Showab. Mekkah 01:05/181009

Bermimpi 3 kali pergi haji

Penutupan pembayaran ONH untuk keberangkatan jamaah haji tahun 2003 akan ditutup 2 minggu lagi. Informasi ini disampaikan oleh Pihak Departemen Agama agar para jamaah yang sudah masuk porsi keberangkatan segera melakukan pelunasan pembayaran ONH.
Lain halnya bagi mereka yang belum memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah haji dengan persiapan bekalnya, hanya kerinduan yang terus memanggilnya. Terutama saat menghadiri pelepasan tamu Allah untuk berangkat ke Tanah Suci, linangan airmata keharuan menjadi bukti kerinduan untuk mendapatkan kesempatan ke Baitullah. Entah kapan panggilan itu datang hanya Allah yang mampu menjawabnya.
Salah satunya Ustadz Aip, panggilan yang sangat akrab bagi masyarakat Jati Bunder Tanah Abang. Perjuangan dan pengorbanan hidupnya ia curahkan untuk menebarkan ilmu Allah. Mengajar merupakan bagian dari denyut nadi kehidupannya yang ia geluti sejak masa mudanya. Dengan keadaan yang pas-pasan ia menghidupi dan membiayai kedelapan putra-putrinya. Subhanallah ketenangan dan tawakkalnya menjadi pendidikan berharga bagi anak-anaknya.. Ia sering berkata dengan anak-anaknya :”Bapak tidak punya warisan dan tidak meninggalkan harta buat kamu semua, namun dengan ilmu semoga menjadi harta yang bermanfaat”.
Ternyat ada satu kerinduan yang terpendam yang sering diungkapkan saat munajat kepada Allah., ”Ya Robb hamba-Mu ingin pergi haji namun biaya anak-anak yang menjadi tanggungan amanah-Mu demikian besar bagiku, bilakah Engkau memberi kesempatan hamba-Mu ke Baitullah ”.
Apalagi sebagai seorang ustadz ia sering kali diminta untuk melepas calon haji dengan sholawat dustur, ” Ya Allah kapan saatnya aku dilepas dengan dustur”. Seringkali airmatanya meleleh pertanda kerinduan itu demikian dalam.
Selesai sholat subuh diusia 63 tahun ia tertidur dalam zikirnya, seakan ia merasa sedang menunaikan ibadah haji. Gambaran indah ka’bah nampak jelas di pelupuk matanya. Ust Aippun terbangun kemudian berucap syukur ”Jika Engkau belum mengizinkan hamba-Mu untuk datang ke rumah-Mu cukup kau berikan mimpi itu sebagai pengobat rasa rinduku” dalam munajat dan doanya yang khusyuk Sampai tiga kali mimpi itu menghiasi munajat dan tidurnya dalam satu waktu. Ia pun bergumam ” Ya Robb inikah pertanda aku akan berangkat haji tahun ini, tapi bagaimana mungkin pendaftaran saja sudah hampir tutup dan aku belum menabung?”. Belum lagi gumamnya selesai seorang anaknya datang sambil berkata :”Pak anak-anak sudah nabung insya Allah Tahun ini Bapak berangkat Haji nama bapak dan porsinya masuk untuk bisa Berangkat”.
Subhanallah hanya linangan airmata yang yang terus mengalir membasahi pipinya seraya berujar doa : ”Ya Robb kiranya tabunganku untuk haji akhirnya datang melalui biaya yang aku keluarkan untuk anak-anakku, dan hari ini bayangan itu menjadi nyata”. Saat pelepasan berlangsung dan sholawat dustur dibacakan ia pun berujar doa ”Alhamdulillah permintaanku Engkau kabulkan kini tiba saatnya aku yang dilepas”.
Wallahu a’lam bis Showab. Mekkah, 191009

Wednesday, September 1, 2010

Tukang Cuci Mobil Menghajikan Ibunya

Cita-cita besar seorang anak kampung yang berada dipelosok kota Lombok, tepatnya di Desa Darek demikian mulia. Dengan keadaan ekonomi keluarganya yang pas-pasan ia ingin membahagiakan kedua orangtuanya. Berbekal ijazah PGA di Mataram ia mengabdikan diri sebagai guru madrasah di kampungnya. Suatu hari ia diajak ke rumah sahabat ayahnya yang keturunan Arab, tiba-tiba ia berkata:” Anak antum ini, Murod akan menemukan kehidupan di Kota Mekkah”. Kaget tidak percaya, bagaimana mungkin bisa ke Mekkah sementara untuk hidup saja sulit.
Namun bagi Murod apa yang didengarnya menjadi obsesi dan doa, sambil dalam hati berucap aamiin, ia teringat firman Allah :”yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni'mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri , dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”(al-Anfal:53)”.
Ya Allah jika aku tidak tinggalkan lombok ini kapan aku merubah nasib keluargaku, Bismillah aku akan hijrah ke Jakarta untuk mengadu peruntungan”, doanya suatu malam saat sujud tersungkur dhoif dihadapan Sang Robbil ’Izzati. Dengan bekal 500 ribu hasil menjual sedikit harta yang ada di rumahnya ia siap berangkat ke Jakarta. Jelang keberangkatannya ayah tercinta mengiring doa ”Murod berangkatlah kamu ke Bumi terbaik yang Allah berikan, mungkin pertemuan kita adalah pertemuan yang terakhir dan kita berjumpa nanti pada hari kiamat, bahagiakan ibu dan saudara-saudarmu kalau ayah sudah tiada” . Tak sanggup Murod melepas pelukan ayahnya dan itulah pelukan terakhirnya untuk ayah tercinta, karena sejak kepergiaannya, ayahnya pergi untuk selama-lamanya menghadap Allah SWT.
Suatu hari tanpa sengaja saat ia menjadi muazin disebuah masjid di Tanah Abang,ternyata suara indahnya menjadi perhatian seorang pengurus dan akhirnya ia diminta untuk menjadi marbot dan muazin tetap di Masjid Asy Syafiun. Pucuk dicinta ulampun tiba, mulai saat itu ia tinggal di masjid tersebut. Setiap malam saat munajatnya ia berbisik dengan Allah, “ Ya Robb di Tanah yang Kau mulyakan disanalah Engkau akan memberikan kehidupan untukku” . Tak terasa linangan airmatanya membasahi tempat sujudnya. Entah kapan doanya akan diijabah, hanya penantian panjang yang tak bertepi.
Untuk makan sehari-hari Murod bekerja sebagai pencuci mobil. Sampai akhirnya karena pintar menulis arab ia diajak seorang ustadz untuk bekerja di Arab sebagai pencatat bensin. Subhanallah menjadi nyata. Tanpa bekal dan modal sesenpun Murod berangkat dengan hati yang haru.
Saat kakinya menjejakkan tanah harom tersungkur sujud ia memandang ka’bah. Sambil deras airmatanya mengalir didepan Multazam ia berdoa ”Ya Allah di Tanah Harom ini Engkau memberikan kemuliaan hidupku dan keluarga, aku ingin melaksanakan amanah ayah, dengan izin-Mu akan aku hajikan ibuku dan semua saudaraku”. Doanya diijabah dengan kerja kerasnya, ibunya bahkan semuanya saudaranya kini sudah berhaji.. Sukses Murod menjadi buah bibir khidmat seorang anak dengan ibunya. Wallahu ’Alam bis Showab. Madinah, 231009

Pergi Haji Naik Becak

Labbaik Allahumma labbaik……Setiap kali terdengar talbiyah dibacakan saat walimatus safar, maka bergetar pula hati setiap jamaah yang hadir. Tak terkecuali seorang tukang becak sekaligus marbot masjid, Pak Nur seorang kakek berusia 84 tahun. Bagai diiris sembilu deraian airmata keharuan terus membasahi pipinya. Kerinduan untuk hadir di Baitullah demikian kuatnya seraya di hatinya berucap doa, ”Ya Allah jika setiap hamba-Mu Kau panggil dengan kemampuan hartanya, maka akupun iangin Engkau panggil dengan kemampuan hartaku, Tiada lagi harta bagiku kecuali becak ini, maka panggil aku ke rumah-Mu dengan becakku, aku ingin pergi haji ya Allah”. Sambil bergetar bibirnya berucap sementara airmatanya mengalir deras membasahi kedua pipinya pak Nur mengadukan permohonannya kepada Allah SWT.
Niat dan munajatnya semakin kuat apalagi saat seorang seorang kyai pada saat ceramah menyampaikan firman Allah Surat at Taubah ayat 111, ”Sesungguhnya Allah akan membeli jiwa dan harta orang mu’min dan digantinya dengan syurga....” Tiada harta yang kumiliki gumam pa Nur selain becak dan jiwa ini, maka mulai saat ini akan kubagi jiwa dan harta ini untuk Allah. Subhanallah mulai saat itu ia abdikan dirinya sebagai pemukul bedug tanda panggilan waktu sholat disebuah masjid Agung di Malang. Setiap kali bedug itu dipukulnya, maka hatinya berdoa ”Ya Allah semoga inipun menjadi panggilan-Mu untuk hamba-Mu ini”.
Sementara setiap hari jumat, becaknya ia sedekahkan untuk Allah. Siapapun yang naik becaknya pada hari itu ia gratiskan, sebagai upahnya ia hanya minta didoakan agar bisa pergi haji dengan becaknya. Antrian panjang dipangkalan becaknya bagi Pak Nur menjadi ladang amal tiket penghantar menuju rumah Allah.
Hari jumat menjelang senja ia mendapatkan penumpang seorang pemuda yang minta dianter untuk berkeliling mengenal kota malang. Bagi Pak Nur dengan usianya yang sudah melewati 3 zaman bercerita kota malang selalu terngiang saat masa perjuangan. Sesekali keduanya tertawa bersama serasa dekat, kadang diam seribu bahasa sambul merenung.
Sepanjang perjalanan keduanya saling bercerita, termasuk keinginan Pak Nur untuk pergi haji dengan becaknya. Dengan khusyuk pemuda ini menyimak kerinduan Pak Nur sambil berkata:” kalau tahun ini bapak berangkat haji siap gak....?Ya siap dong jawabnya sigap sambil sesekali mengusap keringatnya. Tidak disangka pemuda tadi mendadak minta berhenti dan berkata:” Pak Nur, saya diamanahkan sebuah lembaga untuk mencari orang yang akan diberangkatkan haji tahun ini dan jika Pak Nur tidak keberatan saya akan mengajak Bapak untuk pergi haji bersama lembaga kami.......!!!!
Labbaik Allahumma labbaik ..Doa dan munajatnya terjawab, akhirnya panggilan itu datang. Mudah bagi Allah untuk memanggil hamba yang Allah cintai sampai ke rumah-Nya. Tanpa melihat status sosial dan kedudukan, namun kekuatan hati dan amal menjadi penghantar utama kedekatan hamba dengan Sang Robbi untuk meraih ridhonya..
Wallahu a’lam bis Showab. Ashon/151009