Tuesday, February 26, 2013

Melirik BMI di Hongkong

Persoalan Buruh Migran Indonesia (BMI) tida pernah usang dan selalu menjadi pemberitaan yang menarik. Dari mulai kasus pelecehan TKI di Malaysia, nasib TKI yang terlunta-lunta di Arab Saudi sampai pada pemerasan TKI di negeri sendiri yang selalu menjadi sapi perahan oknum bandara Sutta di Terminal 4. Belum lagi nakalnya PJTKI dengan kasus penipuan dan pengiriman yang tidak sesuai aqad. Anehnya meski fenomena persoalan buruh migrant selalu menjadi headline media namun gelombang pengiriman TKI selalu meningkat prosentasenya sepanjang tahun. Derasnya protes masyarakat dari berbagai unsur, baik politik, pemerintah dan ulama soal pengiriman buruh migrant sayangnya juga tidak diimbangi dengan kebijakan riil soal penghentian pengiriman tenaga kerja keluar negeri dan pencabutan izin atas pendirian PJTKI itu sendiri. Kenapa..? Mungkinkah karena buruh migrant masih menyajikan tambahan pendapatan dan devisa yang menggiurkan dalam mendongkrak anggaran belanja daerah dan Negara? Dengan slogan yang membuat miris “Pahlawan Devisa”. Atau masih menjadi sasaran empuk bagi para calo yang sistematik untuk memanfaatkan kocek buruh migrant ? Atau mungkin juga karena himpitan ekonomi keluarga karena tidak tersedianya lahan pekerjaan yang cukup di negeri sendiri. Bilakah suatu saat Indonesia mengeksport produk yang lebih bermartabat di mata dunia dan tidak lagi mengeksploitasi buruh migrant sebagai tambahan devisa, insya Allah. Sayang bagi beberapa kota dan kabupaten di Indonesia, terutama di pulau Jawa pengiriman buruh Migran masih menjadi andalan dalam mendongkrak pendapatan ekonomi masyarakat dan kesejahteraan rakyatnya. Tentunya bagi masyarakat yang kebanyakan adalah wanita jika yang dilakukan dengan berangkat keluar negeri dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, why not? Meski tantangannya begitu berat. Dengan meninggalkan anak, suami dan keluarga tapi demi menghentikan tangis anaknya beberapa negara tetap menjadi pilihan pekerjaan. Arab Saudi, Malaysia, Korea, Taiwan, Jepang, Kuwait, Dubai dan Hongkong selalu sesak dipenuhi arus gelombang pengiriman Buruh Migran Indonesia (BMI). Mengais Rezeki di Negeri Beton Jumlah BMI yang bekerja di Hongkong setiap tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Saat kebersamaan penulis mendampingi kegiatan pendampingan Dakwah bersama Dompet Dhuafa Hongkong ternyata beberapa hal menarik dapat kami simpulkan, bahwa ternyata ada hari kemerdekaan bagi BMI dalam satu pekan yang diberikan oleh majikan. Satu hari dalam seminggu dan libur nasional di Hongkong sedikitnya membuat nafas baru dalam kegiatan mereka. Mengisi liburan di tengah kepenatan City of Life dengan upah dan pendapat HKD3580 yang tentunya lebih baik di banding Negara lain menjadi warna khas Indonesia di Negeri Beton. Berbagai macam cara mereka lakukan dalam memanfaatkan pendapatan yang mereka peroleh. Dari mulai membayar cicilan agent, mengirim keluarga, menabung, menanam saham usaha yang dikreasi sesama BMI sampai pada pemenuhan kebutuhan harian. Namun sayangnya sifat hedonism dan materialis masyarakat Hongkongpun tidak lepas dari pandangan para BMI. Penampilan yang sarat mode menjadi trend baru bagi BMI di Hongkong meski kadang harus mengluarkan modal yang lebih besar dari gajinya, kasihan. Belum lagi kultur kebebasan sering disalah maknai sebagai kebebasan tanpa batas. Tentunya bukan tanpa resiko keberadaan mereka di Hongkong yang sampai lebih dari 6 tahun atau 3 kali masa kontrak. Dibalik kesuksessan materi dengan perubahan pendapatan dan peningkatan ekonomi keluarga tida sedikit duka lara dan nestapa yang mereka hadapi. Broken Home akibat perceraian, suami yang selingkuh dan kawin lagi dengan uang kiriman dan anak yang kurang sentuhan kasih sayang sang Ibu sering membuat merekapun menangisi nasib yang dihadapi. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Geliat Dawah BMI Selalu menjadi pemandangan yang mengharukan bagi penulis meski sudah kesekian kalinya berbagi empati dan peduli dalam kegiatan dakwah bersama Buruh Migran Indonesia di Hongkong saat di sela-sela hari liburan mereka manfaatan dengan aneka kegiatan yang bermanfaat, seperti mengaji, belajar Iqro, latihan menjahit, keterampilan bahasa sampai pada tingkatan berorganisasi dalam wadah lembaga Dawah. Dompet Dhuafa Hongkong yang dirintis lebih dari 5 tahun melihat tantangan dakwah yang luar biasa dalam membentengi aqidah para BMI. Seiring denga waktu peran DD Hongkong kini memposisikan diri sebagai good father dari sekian banyak organisasi dakwah yang muncul dari inisiasi para BMI. Sebagai payung besar lembaga dakwah yang memiliki legal dan diakui oleh pemerintah Hongkong, DD Hongkong bersama Islamic Union of Hongkong dan Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) meretas jalan dakwah berbagi empati bersama BMI. Saat ini pertumbuhan majlis ta’lim dan organisasi dawah mewabah bagai jamur. Kesamaan tujuan, latar belakang kedaerahan menjadi inisiasi awal dari benih organisasi yang ada. Pemandangan Kampung Jawa istilah lain dari Victoria Park Causeway Bay di hari minggu menjadi ruh tersendiri bagi majlis ta’lim yang ada. DD Hongkong bersama organisasi dawah yang dinaunginya berusaha mengatur jadwal sang Da’I untuk pengisi ta’lim liburan mereka. Hebatnya kegiatan ta’lim yang dilakukan tidak lagi memandang tempat. Bagi mereka setiap lahan dan ruang kosong adalah tempat berdakwah. Seperti yang penulis lakukan di Meifo dibawah jembatan MTR, tribun lapangan basket di daerah Yun long, Taman kota di Shatin serta pojokan taman di Thim Sha Shui serta tempat lainnya. Belum lagi peran Islamic Union di Masjid Ammar Wanchai yang menyiapkan halaqoh setiap hari dari senin sampai ahad dibimbing Ust. H. Abdul Muhaimin arim , MA. Bagi BMI yang mendapat masalah DD Hongkong menyiapkan shelter IQRO sebagai tempat pembinaan dan penampungan. Bagi sebagian BMI yang merasakan indahnya meretas jalan dakwah di negeri Beton bersama rekan senasib memberi kesan tersendiri. Seungkap kata yang terdengar indah “Bagi kami Hongkong seperti pesantren yang meneteskan embun hidayah dan pancaran sinar Ilahi, di negeri ini kami mendapatkan hidayah ”. Harunya hati dan tetesan airmata tak dapat penulis bendung saat para BMI mulai menabung untuk menunaikan ibadah umroh dan haji dari hasil keringatnya, ustadz kami ingin pergi haji….Allahu Akbar. Entah kapan lagi giliran kita..? Wallahu a’lam bis showab/250111

No comments: